Jumat, 13 Januari 2012

MENGHILANGKAN Rasa Bosan dan TIDAK SENANG pada PEKERJAAN

    Anda merasa bosan pada pekerjaan Anda? Anda tidak senang pada pekerjaan yang Anda tekuni? Itu biasa. Anda tidak sendirian, demikian papar Dr. Ross West. Setelah wawancara dengan sejumlah karyawan dan karyawati, ternyata tidak senang pada pekerjaan merupakan topik paling populer. Tidak peduli  yang masih lajang atau sudah berumahtangga, baik yang punya pangkat maupun buruh kecil, tidak peduli statusnya, mengeluh tentang pekerjaan sangat sulit. Bekerja sudah merupakan kebahagiaan buat kebanyakan orang. Jadi bagaimana upaya agar tetap senang, tidak bosan pada pekerjaan kita, walaupun sering sangat menyakitkan?

    Hargai pekerjaan Anda secara layak itulah salah satu usaha agar Anda senang pada pekerjaan Anda. Dr. West dalam bukunya How to be Happier in the Job You Sometimes Can’t Stand, bercerita tentang seorang pegawai perusahaan listrik, katakan bernama Ed. Ia bertanggung jawab untuk memperbaiki kerusakan jaringan listrik di kota. Pada saat hujan turun dengan deras dan petir menyambar-nyambar, Ed harus naik tiang-tiang tinggi, untuk memperbaiki kabel yang putus. Baju dan badannya basah kuyub, dingin menggetarkan tubuhnya. Sesampai di rumah istrinya bertanya, “Bagaimana keadaanmu? Mengapa hujan deras bekerja juga?” Ed menjawab dengan senyum, “Ah saya tidak apa-apa, asal listrik di kota menyala, saya senang.” Ed ini merupakan contoh seorang pekerja yang puas atas pekerjaannya. Asal listrik di kota menyala, ia senang. Walaupun seperti kita-kita juga, mungkin mengeluh dalam hati, bahwa malam-malam dalam hujan deras harus bekerja keras, bahkan mempertaruhkan nyawa. Padahal gajinya tidak seberapa. Orang juga tidak tahu bahwa Ed sudah menyambung nyawa menghidupkan listrik. Tidak ada orang yang langsung berterima kasih padanya, tetapi Ed sendiri puas asal listrik di kota menyala. Ia menghargai pekerjaannya sendiri secara layak.
    Kunci dari menghargai pekerjaan, adalah berterima kasih. Yang pertama berterima kasih pada pekerjaan, karena telah menolongnya. Kedua berterima kasih karena pekerjaan itu telah menolong orang lain.
PERLU TERIMA KASIH
Setiap orang perlu berterimakasih pada pekerjaannya sendiri. Betapa tidak, dengan pekerjaan itu, orang memperoleh gaji untuk keperluan sehari-hari, menghidupi anak istri, dan lain-lain. Juga memperoleh kesibukan, karier yang merupakan kesempatan untuk menanjak, pengetahuan secara tidak langsung, pergaulan dan banyak lagi. Seseorang akan merasa betapa pekerjaan sangat menolong, apabila ia sedang menganggur. Akan terasa betapa merananya tidak berpenghasilan, bergaul pun akan malu, dan sebagainya.
    Wajar juga jika seseorang sering berkhayal, mempunyai uang cukup sehingga tidak bekerja. Mungkin menang lotere, mendapat hadiah banyak dari TV atau majalah, lalu bisa hidup tanpa kerja. Betapa nikmatnya. Tetapi khayalan menang lotere, sangat tipis kemungkinannya. Dan setelah merasa betapa menganggur walau punya duit, akan terasa bahwa bergaul tidak enak, ide sulit berkembang, hidup tidak teratur, sehingga paling enak memang bekerja dan punya gaji.
    Berterima kasih karena pekerjaannya menolong orang lain, sudah dicontohkan pada pegawai perusahaan listrik bernama Ed di atas. Contoh lain sangat banyak. Selama Perang Dunia II, ribuan pekerja membanting tulang membuat parasut. Mereka ini sebenarnya pahlawan, tanpa mereka perang tidak akan dimenangkan. Tetapi mereka tidak mungkin mendapatkan mendali, tulis Denis Waitley dan Reni L. Witt dalam bukunya The Joy of Working. Hanya setiap kali, mereka didorang dengan terima kasih, bahwa karya mereka, ayah atau saudara-saudara mereka bisa terjun payung untuk berjuang di medan perang.
    Untuk sebuah perusahaan besar, memandang pekerjaan membuat jasa pada orang lain, sering terlalu sulit. Seorang pekerja pabrik televisi, mungkin hanya mengelas beberapa komponen, sehingga sulit membayangkan bahwa dia memberi hiburan berjuta menusia. Tetapi setidaknya bisa dianggap bahwa pekerjaannya telah membuat pabrik yang menghidupi ribuan orang itu berjalan dengan baik. Kunci berterima kasih pada aktivitas di luar pekerjaan.
    Pekerjaan memang sangat penting, tetapi bukanlah segalanya. Karena itu hal-hal yang di luar pekerjaan tetapi masih berkaitan, juga penting dan perlu disyukuri. Bekerja tidak mungkin membuat kepuasan secara menyeluruh, karena masih ada keluarga yang sangat penting, juga teman-teman, istirahat juga penting, liburan mutlak perlu dan bila datang perlu disyukuri. Bertemu dengan keluarga dalam suasana liburan, sangatlah nikmat. Tetapi kalau selalu bertemu tanpa ada pekerjaan yang ketat, maka liburan itu tak akan terasa nikmat.
    Pekerjaan memang banyak yang membosankan. Kerja itu rutin, sedikitnya sebagian dari pekerjaan Anda akan terasa hambar. Tetapi dari yang hambar itu, sebenarnya perlu dicari makna yag positif. Seperti tiga tukang batu yang ditanya, jawabannya bisa lain makna. Tukang batu pertama menjawab: “Pekerjaan saya menata batu bata.” Tukang batu kedua menjawab: “Saya sekedar bekerja mencari uang.” Sedang tukang batu ketiga menjawab: “Saya sedang membangun sekolah!”. Makna sebuah pekerjaan, tergantung pandangan orang yang mengerjakannya.
KAMBING HITAM
    Yang paling sering, orang cenderung mencari kambing hitam bila tidak bahagia pada pekerjaannya. Soal mencari siapa yang salah, sebenarnya sudah watak warisan dari Adam yang menyalahkan Hawa mengapa menyuruh memetik buah terlarang. Sebagian dari kita ahli dlam mencari kambing hitam. Menurut Frederick Herzberg dalam bukunya Work and the Nature of Man, biasanya orang memilih
•    Bos atau rekan sekerja. Bosnya galak, tiran, mau menang sendiri, rekan sekerja tidak mau kerjasama, dan lain-lain.
•    Kebijakan perusahaan. Terlalu banyak peraturan, bawahan terlalu ditekan, kreativitas dihalangi, terlalu banyak kertas kerja.
•    Kondisi kerja. Siapa sih yang kuat bekerja demikian ketat? Seperti ini kok disebut kantor. Kita ini bekerja seperti budak.
•    Hubungan perorangan. Terlalu banyak yang menjegal. Orang-orang itu maunya membela kakek-neneknya sendiri.
•    Iri tentang gaji. Gaji sersan pekerjaan jendral. Lagipula ada yang setengah nganggur, tapi gajinya justru gede.
Mencari kambing hitam, bukanlah penyelesaian. Sebaiknya melihat kenyataan, mencari sebab sebenarnya, agar bisa menghilangkan kebosanan atau kekesalan pada pekerjaan.
    Yang disebut kambing hitam, sebenarnya mungkin saja benar-benar ada. Perlu dicermati lebih mendalam, tanpa sentimen. Kemudian kita kontrol apa yang bisa dikontrol. Persoalan ini ibarat petani menghadapi cuaca. Hujan atau panas tidak bisa dikendalikan petani. Tetapi petani bisa mengatur reaksi terhadap cuaca. Biasanya petani mengatur jadwal kapan harus menanam atau menuai. Demikian pula karyawati atau karyawan bisa mengatur, kapan sesuatu dikerjakan agar bos senang, bagaimana membuat laporan agar rekan-rekan tidak kena marah bos dan lain-lain.
    Lalu apakah yang membuat orang tidak senang pada pekerjaannya? Kalau seorang naik gaji, ternyata tidak menjamin dia akan menjadi senang bekerja. Kalau bos diganti yang tidak suka marah, tidak pula menjamin karyawati gembira. Yang bisa memuaskan, ialah perbaikan dari sebab sebenarnya dari keresahan itu. Misalnya seseorang resah karena bosnya galak, maka kalau ada kenaikan gaji, dia tidak gembira. Kalau bosnya ganti barulah dia gembira. Kalau bosnya diganti juga tidak berpengaruh, tetapi kalau pekerjaan dikurangi, barulah ada kepuasan.
    Jadi harus difokuskan dahulu, apa sebenarnya persoalan pokoknya. Persoalan itulah yang kemudian diubah atau ubah cara menghadapinya. Baru keresahan, kebosanan atau ketidak puasan kerja, bisa dihilangkan, setidaknya dikurangi.

(sumber : AURA – Hal 12 / Edisi 25 / TH.VIII / Minggu ke-2 / 8 – 14 Juli 2004)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar