Kamis, 13 Juni 2013

AKU INGIN JOGJAKU BANGKIT

Aku sempatkan sore itu, keliling jalan diseputar kota jogja.  Sejenak untuk melepas lelah, seharian menguras peluh keringat hanya untuk sesuap nasi. Beberapa jalan kulalui, hingga akhirnya, mataku tertuju pada sebuah obyek yang tersentak membangunkan imaginasiku yang sempat terlena dengan keelokan kota kelahiranku, yogyakarta. Saat berhenti, di sebuah trafic light, tepatnya di perempatan jalan ringroad timur, tepat dihadapanku, seorang ibu, masih muda dan segar, dengan berkerudung selendang  gendong anaknya, sambil memukul kenong, salah satu elemen musik dalam gamelan.
Dibawah terik sinar mentari yang akan pulang ke peraduannya, ibu itu dengan asiknya melakoni pekerjaannya, yang mengundang banyak cibiran, mungkin. Diseberang jalan, anaknya mengitari para pengendara bermotor yang berhenti menunggu lampu hijau segera bangun, sambil mengulurkan tangannya, membawa sebuah wadah yang terbuat dari belahan botol  plastik bekas.   
Terkesima aku dibuatnya, detak jantung mulai berdegup lemah, aliran darah seolah berhenti, sekujur tubuhku kaku, telapak tangaku dingin dan air mata mulai menggenang. Aku seolah mendengar jerit tangis suara seorang ibu yang berusaha mengais rizki bersama buah hati tercintanya dengan cara yang hina sekalipun hanya untuk menyambung nyawa. Tak henti hentinya aku menggumam dalam hati, seolah tak percaya dengan apa yang yang kulihat saat ini.
Yogyakarta... banyak orang menyebutnya kota pelajar dan terpandang, dimana rakyatnya penuh dengan kesantunan dan berpendidikan, harusnya hal ini bisa menjadikan perekonomian stabil dan merata. Namun kenyataannya tidak seperti demikian itu, masih juga ditemukan kesenjangan sosial. Sempat aku berfikir, apa yang difikirkan ibu itu hingga mencari celah untuk mencukupi ekonominya dengan cara yang seperti itu, padahal kalau aku lihat dia mempunyai fisik yang segar dan kuat, andaikan dia mau, akan lebih baik dan mulia menjadi tenaga bantu dalam sebuah rumah tangga. Akh..itu hanya anganku saja, aku hanya berfikir dari sisiku saja, tanpa mempertimbangkan ada apa sebenarnya dengan ibu itu.
Ataukah, tidak ada orang yang mau menyelamatkannya, dengan memberikan mata pencaharian yang layak. Pertanyaan pertanyaan itu terus mengiang di telingaku, memikirkan hal itu. Sempat protes dalam hati, dimana keunikan kota jogja, jika banyak hiasan yang mengharu biru di setiap sudut kota. Tangan ini terasa gatal, hati semakin gemas, namun apa daya kondisiku belum kuat menopang bebannya. Jadi aku hanya bisa tertegun dan berfikir, berharap kelak situasinya akan berubah menjadi lebih baik dari saat ini. Ingin rasanya bertemu dan bergabung dengan badan organisasi yang mau menampung orang orang yang belum mendapatkan pekerjaan yang layak, dan memberikan jalan keluar dengan membuka lapangan pekerjaan dan merubah pola pikir mereka untuk bangkit dari keterpurukan.
Apabila hal tersebut terjadi, setiap orang mendapatkan mata pencaharian yang layak, penghasilan yang layak, maka kotaku tidak hanya indah tampak mata, namun duniapun akan tersenyum melihat betapa indahnya berbagi dalam kebersamaan. Uluran tangan tulus kita, akan sangat membantu mereka, membuat mereka bahagia, mendapatkan hidup yang selayaknya, dan tertawa puas melihat anak turun mereka berhasil dalam mencapai cinta dan cita.
Wahai saudaraku serumpun, mari kita berdoa bersama mewujudkan kota kita tercinta, Yogyakarta, menjadi kota yang damai dan berhasil memakmurkan rakyat disekitarnya. Saling berbagi dalam suka dan duka, tak ada lagi kesenjangan menyelimutinya. Semoga kita semua selalu hidup dalam berkahNya yang melimpah.  Amin ^_^

Tidak ada komentar:

Posting Komentar